Sabtu, 12 Juli 2008

PERAN LITBANG DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN DAERAH


A. DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM KONTEKS PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh globalisasi dunia dan tekanan arus reformasi yang mendorong berkembangnya iklim demokratisasi secara nasional, telah menjadi isu utama di tengah masyarakat Indonesia. Harus disadari bahwa kondisi ini pula yang telah membawa terjadinya dinamika yang cukup tinggi di kalangan masyarakat.

Sejalan dengan itu, memahami posisi Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang sudah berjalan hampir setengah dekade ini, secara faktual dapat dikatakan menghadapi berbagai permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara konkrit dan konsisten. Dalam konteks permasalahan dimaksud, tentunya tidak terlepas dari pengaruh dinamika akibat adanya perubahan atau terbukanya fenomena cara pandang di kalangan masyarakat itu sendiri.

Menghadapi permasalahan yang timbul sebagai implikasi penerapan otonomi daerah, sesungguhnya memiliki dimensi yang luas dan bersifat komplikatif, khususnya menyangkut aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam kapasitas peran dan fungsinya, pada kenyataannya para penyelenggara pemerintahan harus berada di tengah persoalan yang terjadi dan berkembang secara nasional dan di hampir semua Daerah saat ini. Dalam hal ini tanggungjawab penetapan dan penyelenggaraan kebijakan yang mengatur penyelenggaraan otonomi daerah, termasuk berbagai kebijakan publik adalah dilakukan oleh para penyelenggara pemerintahan ini.

Atas pertimbangan dimaksud, Pemerintah seyogianya mampu menjadi motivator dan fasilitator yang handal dalam upaya percepatan otonomi daerah, sekaligus menjadi mediator bagi kepentingan hajat hidup masyarakat secara luas. Ini semua tentunya dapat diwujudkan melalui suatu kearifan dalam perumusan langkah dan kebijakan yang secara berkualitas dapat menjadi payung dan tuntunan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di era otonomi daerah saat ini. Disinilah dukungan jejaring atau stakeholders pemerintahan sangat diperlukan dalam mengemban posisi strategis tersebut sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, baik dalam lingkungan institusi pemerintahan itu sendiri maupun non-pemerintah.

Sehubungan dengan hal tersebut, penetapan kebijakan harus didukung oleh berbagai pertimbangan yang kuat dan mendasar. Sementara itu, dalam kenyataannya penetapan kebijakan selama ini cenderung menimbulkan permasalahan, yang antara lain disebabkan oleh:
- Adanya tumpang tindih dan ke-tidaksinkron-an antar kebijakan, baik yang se-level maupun antar tingkatan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. Persoalan penetapan kebijakan tersebut tidak saja terjadi antar institusi sektoral di tingkat Pusat saja, tetapi juga antar unit sektoral di lingkungan Pemerintah Daerah.
- Kebijakan yang ditetapkan terkadang tidak dapat menyelesaikan masalah utama, dan bahkan justru berpotensi menimbulkan masalah baru yang membebani masyarakat, sehingga akhirnya menghambat laju pertumbuhan daerah.

Di sisi lain, berbagai persoalan sebagai implikasi penyelenggaraan otonomi daerah, yang seharusnya mendapat solusi dari adanya langkah dan kebijakan secara konkrit belum dapat terselesaikan secara tuntas, seperti antara lain:

1. Terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah serta rendahnya tingkat keberdayaan atau produktivitas ekonomi lokal maupun masyarakat yang diakibatkan oleh masih rendahnya kesadaran pemerintah daerah dan para stakeholder-nya dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.

2. Belum efektifnya sistim perencanaan program dan anggaran serta mekanisme koordinasi perencanaan pembangunan baik ditingkat daerah maupun ditingkat nasional.

3. Indikasi rendahnya profesionalisme dan lambatnya proses reformasi birokrasi pemerintahan daerah dengan masih banyaknya Perda bermasalah dan kebijakan yang cenderung kontra-produktif terhadap berkembangnya kualitas pelayanan publik dan produktivitas ekonomi lokal.

Berbagai persoalan dimaksud belum termasuk isu-isu permasalahan yang menyentuh aspek sosial-politik, dan penyelenggaraan pemerintahan seperti:

- isu-isu kepemimpinan daerah;
- konflik kewenangan antar level pemerintahan;
- konflik sosial politik yang bergejolak di beberapa daerah yang mengancam keutuhan NKRI; dan sebagainya.

Dikaitkan dengan berbagai persoalan dan perkembangan isu strategis dimaksud, maka keberadaan dan peran penelitian dan pengembangan semestinya akan menjadi sangat penting dan strategis. Sudah saatnya peran berbagai institusi penelitian dan pengembangan segera dikedepankan sebagai sumber penyedia berbagai rekomendasi kebijakan yang akan ditetapkan oleh para penyelenggara pemerintahan. Dari berbagai institusi inilah diharapkan dapat lahir berbagai kebijakan strategis yang secara tepat mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah dan kepentingan-kepentingan politik lainnya.

B. FUNGSI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI ERA OTDA

Penelitian dan Pengembangan merupakan kegiatan dalam rangka mencari kebenaran, baik yang bersifat epistemologi maupun yang bersifat empiris. Keberadaan penelitian dan pengembangan harus mampu mengungkapkan timbulnya gejala-gejala ketidaklurusan, harus mampu memecahkan segala permasalahan yang berkembang, serta harus mampu memberikan solusi yang tepat dengan jalan menghimpun, mengolah, dan menganalisa data secara representatif, obyektif, valid, dan reliable. Dengan demikian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan Pemerintah, baik dalam bidang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, maupun pengawasannya.

Berkaitan dengan pentingnya peranan penelitian dan pengembangan, maka dalam era otonomi daerah serta era globalisasi yang mendunia, Pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan dan permasalahan yang semakin berat dan kompleks. Sehubungan dengan itu, berbagai langkah dan kebijakan yang akan ditempuh haruslah didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan:
- cepat, tepat dan lugas, serta mampu menyelesaikan masalah;
- merupakan solusi yang terbaik dan seminimal mungkin tidak menimbulkan ekses negatif di kemudian hari (dalam jangka panjang);

Paradigma baru otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 1999 pada prinsipnya menekankan pada adanya pelimpahan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah:

1. Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan “kreatifitas” masyarakat serta aparatur pemerintahan di Daerah;

2. “Kesetaraan” hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam kewenangan dan keuangan;

3. Untuk “menjamin” peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di Daerah;

4. Menciptakan ruang yang luas bagi “kemandirian Daerah”.

Melalui pelimpahan kewenangan tersebut, daerah telah diberikan peluang yang besar untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan secara mandiri atas prakarsa sendiri dan aspirasi masyarakatnya yang selanjutnya oleh Pemerintah Daerah diwujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah.

Sehubungan dengan itu, dalam rangka pencapaian sasaran otonomi daerah, Pemerintah Daerah harus mampu merumuskan berbagai kebijakan secara berkualitas. Dalam rangka menghasilkan kebijakan yang berkualitas dimaksud, tentunya perlu didukung oleh data yang valid, informasi yang faktual, serta direkomendasikan atas hasil analisis yang akurat. Atas dasar inilah, maka peran dan fungsi penelitian dan pengembangan sangat diperlukan dalam menetapkan skenario kebijakan strategis di daerah.

Pertimbangan perlunya hasil penelitian sebagai masukan dalam penyiapan kebijakan adalah:

- kualitas kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah dapat lebih ditingkatkan bila dilengkapi dengan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil penelitian dan pengembangan yang terfokus dan teliti;

- hasil penelitian dan pengembangan dapat memperkuat landasan proses pengambilan kebijakan strategis di lingkungan pemerintahan melalui penyediaan masukan dan rekomendasi yang diangkat dari hasil penelitian empiris yang relevan dengan kebutuhan setempat;

- melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pelaksanaan otonomi daerah berikut kewenangan yang ada dapat diwujudkan ke dalam suatu strategi dan arahan kebijakan yang mampu memicu kemampuan daerah secara lebih mandiri.

Sehubungan dengan pertimbangan strategis tersebut, berbagai stakeholder di bidang penelitian dan pengembangan harus mampu membaca berbagai situasi, kondisi, dan berbagai isu-isu strategis yang terjadi, serta mampu beradaptasi dengan berbagai prioritas pembangunan sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen-dokumen perencanaan, baik Nasional maupun Daerah.

Di samping itu, dalam menjalankan peran dan fungsinya, berbagai stakeholder di bidang penelitian dan pengembangan juga dituntut untuk mampu dan saling melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait, baik institusi/lembaga pemerintah maupun non pemerintah.

Harus dipahami bersama, bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan memiliki dimensi tugas yang luas, sehingga output yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh beragam pengguna (user). Dalam kaitannya dengan pengambilan kebijakan publik, institusi penelitian dan pengembangan berperan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, pengkajian atau telaahan untuk merumuskan berbagai rekomendasi atau masukan, yang oleh jajaran pimpinan pemerintahan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan langkah-langkah operasional secara lebih lanjut.

Sejalan dengan itu, peran strategis yang diharapkan dari keberadaan institusi penelitian dan pengembangan di Daerah dalam perwujudan otonomi daerah, juga terkait dengan perannya dalam pembangunan Iptek di daerah adalah sebagai berikut:

- Sebagai institusi Pemerintah Daerah yang melaksanakan, mengkoordinasikan, dan memfasilitasi seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan di daerah dalam rangka sinergi, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan;

- Sebagai think tank dalam mengkritisi berbagai permasalahan yang berkembang untuk selanjutnya merumuskan berbagai kebijakan peningkatan kapasitas daerah, optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya daerah, dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya terkait dengan pelaksanaan pembangunan, yang akhirnya bermuara pada terlaksananya percepatan otonomi Daerah.

- Sebagai lembaga profesional dan bersifat akademis yang mampu melakukan interaksi dan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan tugas dan fungsinya.


Dalam perspektif pembangunan Iptek Daerah, selanjutnya telah diterbitkan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Iptek. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 Ayat (4), disebutkan bahwa peran dan fungsi Balitbangda diperlukan dalam penumbuhkembangan motivasi, pemberi stimulasi dan fasilitas, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan, serta sinergi unsur kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan Iptek di wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek

Mengingat peran penting penelitian dan pengembangan tersebut, maka dalam rangka percepatan pelaksanaan otonomi daerah, di-rekomendasi-kan kepada daerah untuk membentuk Institusi Litbang sebagai salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Daerah.

Atas berbagai pertimbangan peran dan fungsi strategis penelitian dan pengembangan tersebut, maka khususnya untuk Daerah Provinsi diharapkan dapat mengangkat urusan ini ke dalam satu institusi atau LTD sendiri untuk menanganinya. Pada beberapa daerah, Institusi dimaksud selanjutnya dikenal sebagai Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda, atau dengan nama lain), yang telah terbentuk pada 22 Provinsi, 33 Kabupaten dan 6 Kota di Indonesia.

Diakui bahwa keberadaan Balitbangda masih terhitung sebagai “institusi baru” di Daerah sebagaimana pembentukan Bappeda pada era tahun 1980-an. Namun demikian, peran dan fungsi yang diemban oleh Balitbangda sangat besar dan terus berkembang, yakni:

- Sebagai perangkat pendukung, berkewajiban untuk memberikan masukan atau rekomendasi kebijakan bagi Kepala Daerah.

- Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Namun untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, pembentukan Balitbangda perlu ditindaklanjuti dengan dukungan politis dari Pemda dalam rangka pemberdayaannya, antara lain:
- Mendudukkan peran strategis Balitbangda dalam organisasi dan mekanisme kerja pemerintah daerah secara luas, sehingga tidak terjadi duplikasi peran dan fungsi dengan unit kerja lainnya;
- Pengadaan aparat Pejabat Fungsional Peneliti sebagai pelaksana kegiatan penelitian dan pengembangan;
- Dukungan anggaran secara memadai bagi penyelenggaraan tugas-tugas kelitbangan;
- Distribusi SDM aparat/pejabat yang “concern” di bidang penelitian dan pengembangan;

C. KESIMPULAN

Sehubungan dengan maksud paparan ringkas ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan penelitian dan pengembangan sangat diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan strategis di Daerah, terutama dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan di era otonomi daerah.

2. Kegiatan penelitian dan pengembangan dapat memperkuat landasan pengambilan langkah dan kebijakan, karena rekomendasi yang dihasilkan didukung oleh data dan fakta yang valid.

3. Selain diperlukan dalam hal identifikasi masalah-masalah strategis baik yang bersifat aktual maupun potensial, termasuk yang diprediksikan akan dihadapi pemerintah daerah dalam jangka menengah atau jangka panjang, fungsi penelitian dan pengembangan juga diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan teknis kepada Kepala Daerah dalam pengambilan langkah dan kebijakan strategis jangka pendek untuk menyikapi dinamika dan situasi di daerah.

4. Keberadaan penelitian dan pengembangan memiliki peran yang sangat strategis dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yakni:

a. Peran di awal, yakni sebagai input dalam proses penyusunan langkah-langkah atau kebijakan strategis Daerah ke depan.
b. Peran antara, yakni untuk memberikan berbagai input/rekomendasi dalam rangka implementasi program-program strategis Daerah yang tengah berjalan. Hal ini berguna, baik sebagai kontrol maupun katalisator dalam pencapaian sasaran program.
c. Peran di akhir, yakni memberikan input dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan program sebagai bentuk evaluasi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan program selanjutnya.

5. Untuk mengoptimalkan fungsi penelitian dan pengembangan, Pemerintah Daerah seyogianya mendukung keberadaannya, baik dari aspek kelembagaan, personil, maupun pembiayaannya.

6. Mengingat peran dan fungsi strategis penelitian dan pengembangan, maka hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membentuk institusi penelitian dan pengembangan di Daerah secara mandiri.


Demikian tulisan singkat ini dibuat. Harapan kami kiranya dapat menjadi bahan "perenungan" bagi para pemangku kepentingan di daerah, khususnya untuk meletakan dasar pijak bagi kepentingan pembangunan daerahnya di masa yang akan datang, melalui produk-produk kebijakan yang kuat di masa kini atas hasil penelitian dan kajian.

Tidak ada komentar: